Sorong, suarakonservatif.id – Suasana di ruangan sidang tampak penuh saat hari kedua Praperadilan antara Yesaya Saimar didampingi kuasa hukumnya, Simon Maurits Soren, S.H., M.H., melawan pihak kepolisian yang ditujukan terhadap kesewenang-wenangan Kapolres Sorong Selatan, Gleen Rooy Molle; Kepala Satuan Reserse Kriminal Umum Polres Sorong Selatan, Calvin Reinaldi Simbolon; Kepala Unit Tindak Pidana Tertentu Polres Sorong Selatan, Abdul Karim; serta Direktur Kriminal Umum Polda Papua Barat Daya, Junov Siregar (31/10/2025).
Berita terkait :
https://suarakonservatif.id/bertindak-sewenang-wenang-terhadap-masyarakat-adat-polres-sorong-selatan-dan-polda-papua-barat-daya-digugat-praperadilan/
Simon Soren sebagai kuasa hukum dari Yesaya Saimar, menghadirkan 2 saksi yakni istri dari Yesaya dan seorang jurnalis bernama Yohanes EB .
Pihak termohon sempat mengajukan keberatan atas saksi istri dari Yesaya karena dianggap ada potensi konflik kepentingan, namun setelah ditanya oleh Hakim Ketua dan yang bersangkutan tetap ingin bersaksi, maka diijinkan oleh hakim untuk bersaksi tanpa di sumpah.
Dalam kesaksiannya, istri dari Yesaya menceritakan kronologi “penculikan” yang dilakukan anggota Polres Sorong Selatan terhadap dirinya dan Yesaya Saimar.
Pihak termohon saat diberi kesempatan sempat mempertanyakan kepada saksi apakah merasa diancam saat dijemput atau tidak, dan dijawab tidak ada ancaman namun merasa terpaksa untuk ikut.
Istri Yesaya sebagai saksi I pada saat itu menceritakan bahwa yang menjemput mereka adalah mobil polisi, namun sempat di pertanyakan oleh termohon apakah ada tulisan polisi di mobil tersebut.
“Tidak ada tulisan polisi, tapi ada lampu diatas mobil (rotari) itu, dan yang bawa mobil polisi” ujar istri Yesaya dengan lantang.
Saksi I ini juga menceritakan bahwa handphone milik mereka juga diambil sehingga mereka tidak bisa komunikasi dengan kuasa hukum dan keluarga , dan mereka (Yesaya dan istri) diminta oleh oknum polisi untuk membuat surat pencabutan kuasa kepada Simon Soren.
Selanjutnya, Yohanes EB, sebagai saksi II menceritakan tentang pertemuan masyarakat adat bersama pihak perusahaan yang mengklaim sebagai pemilik kapal. Yohanes mengaku hadir dalam 2 pertemuan tersebut dan tidak ada mengetahui pembayaran penyelesaian masalah dari perusahaan kepada masyarakat adat.
“Yang saya tau selama 2 kali pertemuan tidak ada pembayaran, selanjutnya saya mendengar ada uang 175 juta diserahkan saat mereka dijemput paksa dan dibawa ke Polres, akan tetapi uang itu akan dikembalikan karena dianggap belum menyelesaikan masalah, namun tidak ada pihak yang mau menerima” ujar Yohanes salah satu pengurus Persatuan Pewarta Warga Indonesia wilayah Papua Barat Daya.
Beberapa anggota Polres Sorong Selatan sempat ditemui oleh awak media ini untuk diminta tanggapannya, namun enggan untuk memberikan komentar, “kita takut salah salah bicara,” ujar salah satu anggota yang enggan disebut namanya.
Sementara Dirreskrimum Polda Papua Barat Daya, Kombes Polisi Junov Siregar S.IK, sempat memberikan perumpamaan terkait kasus yang sedang ditangani anggota nya. ” Liat ini mobil saya, saya parkir disini selama beberapa bulan, tiba-tiba ada orang lain yang mengambilnya, bagaimana kira-kira,” ujar Junov Siregar tanpa menjelaskan lebih lanjut kaitannya dengan permasalahan yang ada.
Hakim ketua yang memimpin sidang praperadilan tersebut sempat mengingatkan agar para pihak tetap fokus kepada pranata praperadilan, dan menjelaskan Praperadilan lebih ke administratif sementara pengadilan pokok perkara memeriksa materi dugaan tindak pidana yang dilakukan.
“Saya ingatkan tentang pranatapraperadilan, kita tidak membahas materi perkara” kata hakim ketua dengan tegas sembari mengatakan bahwa hasil sidang praperadilan ini akan diputuskan setelah 7 hari nanti.
Setelah mendengar keterangan saksi saksi, sidang akan dilanjutkan kembali hari Senin tanggal 03 Nopember 2025 dengan rencana agenda tambahan saksi dari pihak pemohon
(Wandee)

